Langsung ke konten utama

Ratu Laut Selatan Dari Masa ke Masa

Ratu Laut Selatan atau Kanjeng Ratu Kidul adalah tokoh legenda yang sangat populer di kalangan masyarakat penghuni Pulau Jawa dan Bali. Kepercayaan akan adanya penguasa lautan di selatan Jawa (Samudera Hindia) dikenal terutama oleh suku Sunda dan suku Jawa. Orang Bali juga meyakini adanya kekuatan yang menguasai pantai selatan ini.

Legenda

Tidak diketahui dengan pasti sejak kapan legenda ini dikenal. Namun demikian, legenda mengenai penguasa mistik pantai selatan mencapai tingkat tertinggi pada keyakinan yang dikenal di kalangan penguasa kraton dinasti Mataram Islam (Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta) bahwa penguasa pantai selatan, Kanjeng Ratu Kidul, merupakan "istri spiritual" bagi raja-raja di kedua kraton tersebut. Pada saat tertentu, kraton memberikan persembahan di Pantai Parangkusuma, Bantul, dan di Pantai Paranggupita, Wonogiri, kepada sang Ratu. Panggung Sanggabuwana di komplek kraton Surakarta dipercaya sebagai tempat bercengkerama sang Sunan dengan Kanjeng Ratu. Konon, Sang Ratu tampil sebagai perempuan muda dan cantik pada saat bulan muda hingga purnama, namun berangsur-angsur menua dan buruk pada saat bulan menuju bulan mati.

Dalam keyakinan orang Jawa, Kanjeng Ratu Kidul memiliki pembantu setia bernama Nyai atau Nyi Rara Kidul (kadang-kadang ada yang menyebut Nyi Lara Kidul). Nyi Rara Kidul menyukai warna hijau dan dipercaya suka mengambil orang-orang yang mengenakan pakaian hijau yang berada di pantai wilayahnya untuk dijadikan pelayan atau pasukannya. Karena itu pengunjung pantai wisata di selatan Pulau Jawa, baik di Pelabuhan Ratu, Pangandaran, Cilacap, pantai-pantai di selatan Yogyakarta, hingga Semenanjung Purwa di ujung timur, selalu diingatkan untuk tidak mengenakan pakaian berwarna hijau.

Di kalangan masyarakat Sunda berkembang anggapan bahwa Ratu Kidul merupakan titisan dari seorang putri Pajajaran yang bunuh diri di laut selatan karena diusir oleh keluarganya karena ia menderita penyakit yang membuat anggota keluarga lainnya malu. Dalam kepercayaan Jawa tokoh ini dianggap bukanlah Ratu Laut Selatan yang sesungguhnya, melainkan diidentikkan dengan Nyi Rara Kidul, pembantu setia Kanjeng Ratu Kidul. Hal ini berdasarkan kepercayaan bahwa Ratu Kidul berusia jauh lebih tua dan menguasai Laut Selatan jauh lebih lama sebelum sejarah Kerajaan Pajajaran.
Legenda Sunda

Masyarakat Sunda mengenal legenda mengenai penguasa spiritual kawasan Laut Selatan Jawa Barat yang berwujud perempuan cantik. Tokoh ini disebut Nyi Rara Kidul. Pada perkembangannya masyarakat cenderung menyamakan Nyi Rara Kidul dengan Kanjeng Ratu Kidul, meskipun dalam kepercayaan Jawa, Nyi Rara Kidul adalah bawahan setia Kanjeng Ratu Kidul. Berikut adalah kisahnya.

Di masa lalu, hiduplah seorang putri cantik bernama Kadita. Dewi Kadita adalah anak dari Raja Munding Wangi, Raja Kerajaan Pajajaran. Meskipun sang raja mempunyai seorang putri yang cantik, ia selalu bersedih karena sebenarnya berharap mempunyai anak laki-laki. Raja pun kemudian menikah dengan Dewi Mutiara, dan mendapatkan putra dari perkawinan tersebut. Maka, bahagialah sang Raja.

Dewi Mutiara ingin agar kelak putranya itu menjadi raja tanpa ada penantang atas takhtanya, dan ia pun berusaha untuk menyingkirkan Dewi Kadita. Kemudian Dewi Mutiara datang menghadap Raja, dan meminta agar sang Raja menyuruh putrinya pergi dari istana. Sudah tentu Raja menolak. Raja berkata bahwa ia tidak akan membiarkan siapapun yang ingin bertindak kasar pada putrinya. Mendengar jawaban itu, Dewi Mutiara hanya tersenyum dan berkata manis sampai Raja tidak marah lagi kepadanya. Tetapi walaupun demikian, dia tetap berniat mewujudkan keinginannya itu.

Pada keesokan harinya, sebelum matahari terbit, Dewi Mutiara mengutus pembantunya untuk memanggil seorang dukun tukang tenung. Dia ingin sang dukun meneluh atau mengutuk Kadita, anak tirinya. Sang dukun menuruti perintah sang ratu. Pada malam harinya, tubuh Kadita telah dipenuhi dengan kudis dan gatal-gatal. Ketika dia terbangun, dia menyadari tubuhnya berbau busuk dan dipenuhi dengan bisul. Puteri yang cantik itu pun menangis dan tak tahu harus berbuat apa.

Ketika Raja mendengar kabar itu, beliau menjadi sangat sedih dan mengundang banyak tabib untuk menyembuhkan penyakit putrinya. Beliau sadar bahwa penyakit putrinya itu tidak wajar, seseorang pasti telah mengutuk atau mengguna-gunainya. Masalah pun menjadi semakin rumit ketika Ratu Dewi Mutiara memaksanya untuk mengusir puterinya karena dianggap akan mendatangkan kesialan bagi seluruh negeri. Karena Raja tidak menginginkan puterinya menjadi gunjingan di seluruh negeri, akhirnya beliau terpaksa menyetujui usul Ratu Mutiara untuk mengirim putrinya ke luar dari negeri itu.

Puteri yang malang itu pun pergi berkelana sendirian, tanpa tahu kemana harus pergi. Dia hampir tidak dapat menangis lagi. Dewi Kadita yang berhati yang mulia, tidak menyimpan dendam kepada ibu tirinya, malahan ia selalu meminta agar Sang Hyang Kersa mendampinginya dalam menanggung penderitaan.

Hampir tujuh hari dan tujuh malam dia berjalan sampai akhirnya tiba di Samudera Selatan. Dia memandang samudera itu. Airnya bersih dan jernih, tidak seperti samudera lainnya yang airnya biru atau hijau. Tiba-tiba ia mendengar suara gaib yang menyuruhnya terjun ke dalam Laut Selatan. Dia melompat ke dalam air dan berenang. Tiba-tiba, ketika air Samudera Selatan itu menyentuh kulitnya, mukjizat terjadi. Bisulnya lenyap dan tak ada tanda-tanda bahwa dia pernah kudisan atau gatal-gatal. Malahan, dia menjadi lebih cantik daripada sebelumnya. Bukan hanya itu, kini dia memiliki kuasa dalam Samudera Selatan dan menjadi seorang dewi yang disebut Nyi Rara Kidul yang hidup selamanya. Kawasan Pantai Palabuhanratu secara khusus dikaitkan dengan legenda ini.
Legenda Jawa

Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, sosok Ratu Kidul merupakan sosok agung yang dimuliakan dan dihormati dalam mitologi Jawa. Karena orang Jawa mengenal sebuah istilah "telu-teluning atunggal" yaitu tiga sosok yang menjadi satu kekuatan. Yaitu, Eyang Resi Projopati, Panembahan Senopati, dan Ratu Kidul. Panembahan merupakan pendiri kerajaan Mataram Islam, yang dipertemukan oleh Ratu Kidul ketika bertiwikrama sesuai arahan Sunan Kalijaga guna memenuhi wangsit yang diterimanya membangun sebuah keraton yang sebelumnya sebuah hutan dengan nama "alas mentaok" (kini Kotagede di Daerah Istimewa Yogyakarta). Pada proses bertapa, diceritakan semua alam menjadi kacau, ombak besar, hujan badai, gempa, dan gunung meletus. Ratu Kidul setuju membantu dan melindungi Kerajaan Mataram, dan bahkan dipercaya menjadi "istri spiritual" bagi Raja-raja trah Mataram Islam.

Pemahaman terkait penguasa laut selatan harus diluruskan. Karena antara "Rara kidul" dengan "Ratu kidul" sangatlah berbeda. Namun sudah menjadi pemahaman umum bahwa sosok tersebut adalah sama. Dalam kepercayaan Kejawen, yaitu kepercayaan Jawa yang dipengaruhi Hindu dan sudah bercampur beberapa unsur Islam, dalam mitologi Jawa, alam kehidupan itu terbagi menjadi beberapa Tahap. Tahap pertama adalah alam Kadewan, kedua adalah alam Nabi, ketiga adalah alam Wali, keempat alam Menungsa (Manusia) dan yang akan datang adalah alam Adil. Pada mitologi Jawa, Ratu Kidul merupakan ciptaan dari Dewa Kaping telu yang kemudian mengisi alam kehidupan sebagai Dewi Padi (Dewi Sri) dan dewi alam lainnya. Sedangkan Rara Kidul merupakan Putri dari Raja Sunda yang terusir oleh ayahandanya sendiri karena ulah dari ibu tirinya sendiri yang kemudian menjelma menjadi sosok penguasa di laut selatan setelah menceburkan diri di laut selatan. Dan cerita terkait antara "Ratu Kidul" dengan "Rara Kidul" bisa dikatakan beda fase tahapan kehidupan menurut mitologi Jawa.
Ritual dan pemuliaan

Berbagai macam ritual dan penghormatan dilakukan orang untuk menghormati tokoh legendaris ini. Pantai Palabuhanratu dikaitkan sebagai tempat berkuasanya Sang Ratu Pantai Selatan. Di sekitar lokasi pantai Palabuhan Ratu tepatnya di Karang Hawu terdapat tempat petilasan (persinggahan) Ratu Pantai Selatan, yang dapat dikunjungi untuk melakukan ritual tertentu ataupun hanya sekedar melihat-lihat. Di komplek yang dikeramatkan oleh penduduk setempat ini, terdapat sekurangnya dua ruangan cukup besar yang didalamnya terdapat beberapa makam yang dipercaya penduduk sebagai makam Eyang Sanca Manggala, Eyang Jalah Mata Makuta dan Eyang Syeh Husni Ali. Di beberapa ruangan juga terpampang gambar sang penguasa Laut Selatan Nyi Rara Kidul. Penghormatan serta pemuliaan kepada Ratu/Penguasa laut selatan juga terdapat pada sebuah kelenteng yang terletak di bilangan pekojan - jakarta barat yaitu di Vihara Kalyana Mitta


Sedekah laut

Masyarakat nelayan pantai selatan Jawa setiap tahun melakukan sedekah laut sebagai persembahan kepada sang Ratu agar menjaga keselamatan para nelayan dan membantu perbaikan penghasilan. Upacara ini dilakukan nelayan di pantai Pelabuhan Ratu, Ujung Genteng, Pangandaran, Cilacap, Sakawayana dan sebagainya. Sebagian besar para wisatawan yang berkunjung baik itu lokal maupun manca negara datang ke Pelabuhan Ratu karena keindahan panoramanya sekaligus tradisi ritual ini. Disaat-saat tertentu banyak acara ritual yang sering digelar penduduk setempat sebagai rasa terima kasih mereka terhadap sang penguasa laut selatan.
Tari Bedaya Ketawang

Naskah tertua yang menyebut-nyebut tentang tokoh mistik ini adalah Babad Tanah Jawi[1]. Panembahan Senopati adalah orang pertama yang disebut sebagai Raja yang menyunting Sang Ratu Kidul. Dari kepercayaan ini diciptakan Tari Bedaya Ketawang dari kraton Kasunanan Surakarta (pada masa Sunan Pakubuwana I), yang digelar setiap tahun, yang dipercaya sebagai persembahan kepada Kanjeng Ratu Kidul. Sunan duduk di samping kursi kosong yang disediakan bagi Sang Ratu Kidul. Pengamat sejarah kebanyakan beranggapan, keyakinan akan Kanjeng Ratu Kidul memang dibuat untuk melegitimasi kekuasaan dinasti Mataram.
Larangan berpakaian hijau

Peringatan selalu diberikan kepada orang yang berkunjung ke pantai selatan untuk tidak mengenakan pakaian berwarna hijau. Mereka dapat menjadi sasaran Nyai Rara Kidul untuk dijadikan tentara atau pelayannya.

Pemilik hotel yang berada di pantai selatan Jawa dan Bali menyediakan ruang khusus bagi Sang Ratu. Yang terkenal adalah Kamar 327 dan 2401 di Hotel Grand Bali Beach. Kamar 327 adalah satu-satunya kamar yang tidak terbakar pada peristiwa kebakaran besar Januari 1993. Setelah pemugaran, Kamar 327 dan 2401 selalu dirawat, diberi hiasan ruangan dengan warna hijau, diberi suguhan (sesaji) setiap hari, namun tidak untuk dihuni dan khusus dipersembahkan bagi Ratu Kidul. Hal yang sama juga dilakukan di Hotel Samudra Beach di Pelabuhan Ratu. Kamar 308 disiapkan khusus bagi Ratu Kidul. Di dalam ruangan ini terpajang beberapa lukisan Kanjeng Ratu Kidul karya pelukis Basoeki Abdullah. Di Yogyakarta, Hotel Queen of The South di dekat Parangtritis mereservasi Kamar 33 bagi Sang Kanjeng Ratu. (sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Ratu_Laut_Selatan)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tempat Ritual Paranormal Abah Rahman

Sebagai seorang paranormal, Abah Rahman punya tempat khusus untuk melakukan ritual. Seperti apa ? Berikut photo-photonya : Ritual ritual ini dilakukan untuk proses keberhasilan pasien Paranormal Abah Rahman. Contak Person Abah Rahman : 0813 7630 6023 PIN BB : 214841E6

Tuah Keramat Pemandian Putri Hijau, Ampuh Membuang Sial Badan

TEMPAT ini acap kali dikunjungi orang orang yang percaya pada tempat keramat. Baik siang atau pun malam, aroma hio dan bunga selalu tercium, menandakan ritual terus berlangsung. Pemandian Putri Hijau ada di Kampung Pamah, Deli Tua. Tak lah terlalu sulit untuk menggapainya. Begitu sampai di Pajak Deli Tua, sebelum kantor Polsek kita belok kanan, terus cari namanya Gang Bunga dan masuklah ke dalam. Trus ada jembatan, begitu kita lewati, beloklah ke kiri. Di sana kita jumpai sebuah perkampungan orang Karo. Mereka ramah -ramah pada orang yang datang. Terlihat dari sunggingan senyum yang mereka persembahkan ketika saya menuju tempat itu. Setelah itu kita melewati rimbunan pohon bambu, pisang, persawahan. Jalanan yang meliuk-liuk mendaki bukit haruslah ekstra hati-hati, kalau tidak bisa saja nyemplung ke sawah. Tempat ini memang eksotik. Dihiasi persawahan dan perkebunan warga. Jalannya pun masih tanah. Ada banyak sensasi yang dirasa ketika bercengkrama dengan alam di temp

Kisah Pelaku Pesugihan Omyang Jimbe

Namaku Yogi, sebut saja begitu, umurku 52 tahun. Aku tinggal di sebuah perumahan di Jakarta Selatan bersama isteri dan dua orang putraku. Sampai penghujung tahun 2007, rumah tanggaku tak menemui masalah yang berarti. Kami hidup rukun dengan segala kebutuhan rumah tangga yang selalu bisa aku penuhi. Dua orang putraku pun bisa bersekolah dengan layak, salah satunya sudah duduk dibangku perguruan tinggi dan adiknya masih di bangku SLTP. Tapi suatu ketika musibah datang beruntun dan langsung membuatku ambruk hingga tenggelam ke dasar lumpur kenistaan. Padahal baru saja dua bulan aku mengambil kredit di sebuah bank swasta nasional yang nilainya 700 juta rupiah. Untuk mendapatkan kredit sebesar itu, aku mengagunkan rumah yang aku tempati bersama isteri dan anak-anakku. Uang sejumlah itu aku gunakan untuk modal usaha karena aku sudah lama mendapatkan klien dari Singapura mengirim hiasan rumah tradisional. Seperti disambar petir di siang bolong, hari itu aku mendapat kabar bahwa barang yang ku